Jumat, 11 Mei 2012

Sumpah Pemuda Sudah (kah) Tua

(Terbit: Galamedia Kamis 3 November 2011)

Delapan puluh tiga tahun yang lalu tentunya kita ingat bagaimana gejolak para pemuda untuk melahirkan negara Indonesia. Gejolak itu melahirkan sebuah sumpah yaitu sumpah pemuda. Sumpah pemuda bermula dari gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua yang berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh indonesia. Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat.
Sejarah Singkat
Rapat pertama berlangsung pada hari Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan Banteng. Moehammad Jamid menguraikan sebuah rumusan mengenai hal yang dapat memperkuat persatuan Indonesia, yaitu; Sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan dan kemauan.
Rapat kedua berlangsung pada hari Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop. Poernowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro mengemukakan bahwa pendidikan kebangsaan dan demokratis harus diterapkan.
 Rapat Ketiga berlangsung di Gedung Indonesisch Huis Kramat. Soenario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi. Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, dan hal itu yang dibutuhkan dalam perjuangan.
Sebelum kongres ditutup, diperdengarkan lagu Indonesia Raya karya Wage Rudolf Supratman. Lagu tersebut disambut dengan sangat meriah oleh peserta kongres. Kongres ditutup dengan mengumumkan rumusan hasil kongres yang melahirkan Sumpah Pemuda.
Peran Pemuda dalam Pembangunan
Sumpah Pemuda lahir dari gejolak para pemuda Indonesia, dan kita pun sangat bangga melihat betapa bersemangatnya pemuda saat itu. Kebanggaan kita dengan lahirnya sumpah pemuda terbukti dengan adanya peringatan setiap tahunnya, tapi apalah artinya sumpah pemuda bila hanya dijadikan suatu peringatan dan ceremonial belaka. Pun arti sumpah pemuda perlahan akan luntur dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya hilang tak membekas.
 Pemuda adalah para penerus bangsa, cerminan masa depan sebuah negara dapat terlihat dari tingkah-laku para pemudanya sendiri. Bung karno pernah berkata “Beri aku sepuluh pemuda, maka akan kugoncangkan dunia”. Sebuah kalimat yang jelas mengisyaratkan bahwa pemuda sangat penting dalam pembangunan dan kemajuan suatu negara.
Pemuda seyogiyanya bisa menjadi panutan dalam pembangunan Indonesia. Kontras, pemuda yang dulu bergejolak memajukan Indonesia kini tidak sedikit yang malah berperilaku sebaliknya. Para pelajar rajin melakukan kerusuhan antar pelajar bahkan terakhir terjadi kerusuhan pelajar dengan wartawan. Pun mahasiswa tidak ingin kalah mereka lebih rajin melakukan demo terhadap pemerintahan bahkan tidak sedikit yang berakhir kerusuhan. Memang pemuda yang kritis menjadi salahsatu modal baik bagi kemajuan bangsa tapi semua itu pun harus disalurkan dengan benar pula, bukan dengan kerusuhan yang tidak akan menghasilkan apa-apa.
Ironis memang, itulah kata yang mungkin ada dibenak kita. Ketika para penerus bangsa ini yaitu para pemuda lebih mengutamakan emosional dari pada intelektual, ketika akal sehat berubah menjadi akal sesat. Letusan senjata, tumpahan darah bahkan hilangnya nyawa menghiasi hari-hari dalam kehidupan bermasyarakat. Tak ada lagi tawa, tak ada lagi canda yang sering terdengar dan tergumam. Teriakan-teriakan emosional dan tindakan-tindakan kriminal dianggap cara baik menyelesaikan masalah. Semua tindakan itu dilakukan pemuda yang seharusnya menjadi ujung tombak (avant garde) dalam pembangunan bukan malah menjadi momok bagi masyarakat luas.
Tua dan renta, mungkin inilah kata yang cocok dengan arti dari sumpah pemuda sehingga tidak membekas dalam pemuda di-era kekinian. Pemerintah seharusnya kita benahi bersama bukan kita rusak dan kacaukan. Masih ada ruang intelektual tanpa emosional yang luas, masih ada musyawarah mufakat yang melekat di setiap lembar negeri ini.
Hari Sumpah Pemuda 28 oktober 2011 lalu, seyogiyanya menjadi cermin bagi kita untuk melihat perjuangan pemuda Indonesia dulu. Marilah para pemuda rapatkan barisan, bulatkan tekad untuk memajukan negara ini. Perjuangan yang bersih tanpa adanya kekerasan yang tertuang.

Penulis, Imam Akhmad, Mahasiswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar