Delapan puluh tiga tahun yang lalu
tentunya kita ingat bagaimana gejolak para pemuda untuk melahirkan negara
Indonesia. Gejolak itu melahirkan sebuah sumpah yaitu sumpah pemuda. Sumpah
pemuda bermula dari gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua yang berasal
dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda
yang beranggota pelajar dari seluruh indonesia. Atas inisiatif PPPI, kongres
dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat.
Sejarah
Singkat
Rapat pertama berlangsung pada hari
Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan
Banteng. Moehammad Jamid menguraikan sebuah rumusan mengenai hal yang dapat
memperkuat persatuan Indonesia, yaitu; Sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan
dan kemauan.
Rapat kedua berlangsung pada hari Minggu,
28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop. Poernowoelan dan Sarmidi
Mangoensarkoro mengemukakan bahwa pendidikan kebangsaan dan demokratis harus
diterapkan.
Rapat Ketiga berlangsung di Gedung Indonesisch
Huis Kramat. Soenario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi. Sedangkan
Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan
nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri,
dan hal itu yang dibutuhkan dalam perjuangan.
Sebelum kongres ditutup, diperdengarkan
lagu Indonesia Raya karya Wage Rudolf Supratman. Lagu tersebut disambut dengan
sangat meriah oleh peserta kongres. Kongres ditutup dengan mengumumkan rumusan
hasil kongres yang melahirkan Sumpah Pemuda.
Peran Pemuda
dalam Pembangunan
Sumpah
Pemuda lahir dari gejolak para pemuda Indonesia, dan kita pun sangat bangga
melihat betapa bersemangatnya pemuda saat itu. Kebanggaan kita dengan lahirnya
sumpah pemuda terbukti dengan adanya peringatan setiap tahunnya, tapi apalah
artinya sumpah pemuda bila hanya dijadikan suatu peringatan dan ceremonial
belaka. Pun arti sumpah pemuda perlahan akan luntur dan nilai-nilai yang
terkandung didalamnya hilang tak membekas.
Pemuda adalah para penerus bangsa, cerminan
masa depan sebuah negara dapat terlihat dari tingkah-laku para pemudanya
sendiri. Bung karno pernah berkata “Beri aku sepuluh pemuda, maka akan
kugoncangkan dunia”. Sebuah kalimat yang jelas mengisyaratkan bahwa pemuda
sangat penting dalam pembangunan dan kemajuan suatu negara.
Pemuda
seyogiyanya bisa menjadi panutan dalam pembangunan Indonesia. Kontras, pemuda
yang dulu bergejolak memajukan Indonesia kini tidak sedikit yang malah
berperilaku sebaliknya. Para pelajar rajin melakukan kerusuhan antar pelajar
bahkan terakhir terjadi kerusuhan pelajar dengan wartawan. Pun mahasiswa tidak
ingin kalah mereka lebih rajin melakukan demo terhadap pemerintahan bahkan
tidak sedikit yang berakhir kerusuhan. Memang pemuda yang kritis menjadi
salahsatu modal baik bagi kemajuan bangsa tapi semua itu pun harus disalurkan
dengan benar pula, bukan dengan kerusuhan yang tidak akan menghasilkan apa-apa.
Ironis
memang, itulah kata yang mungkin ada dibenak kita. Ketika para penerus bangsa
ini yaitu para pemuda lebih mengutamakan emosional dari pada intelektual,
ketika akal sehat berubah menjadi akal sesat. Letusan senjata, tumpahan darah
bahkan hilangnya nyawa menghiasi hari-hari dalam kehidupan bermasyarakat. Tak
ada lagi tawa, tak ada lagi canda yang sering terdengar dan tergumam.
Teriakan-teriakan emosional dan tindakan-tindakan kriminal dianggap cara baik
menyelesaikan masalah. Semua tindakan itu dilakukan pemuda yang seharusnya
menjadi ujung tombak (avant garde)
dalam pembangunan bukan malah menjadi momok bagi masyarakat luas.
Tua
dan renta, mungkin inilah kata yang cocok dengan arti dari sumpah pemuda
sehingga tidak membekas dalam pemuda di-era kekinian. Pemerintah seharusnya
kita benahi bersama bukan kita rusak dan kacaukan. Masih ada ruang intelektual
tanpa emosional yang luas, masih ada musyawarah mufakat yang melekat di setiap
lembar negeri ini.
Hari
Sumpah Pemuda 28 oktober 2011 lalu, seyogiyanya menjadi cermin bagi kita untuk
melihat perjuangan pemuda Indonesia dulu. Marilah para pemuda rapatkan barisan,
bulatkan tekad untuk memajukan negara ini. Perjuangan yang bersih tanpa adanya
kekerasan yang tertuang.
Penulis, Imam Akhmad, Mahasiswa.
Penulis, Imam Akhmad, Mahasiswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar