Selasa, 24 Juli 2018

Dan Bandung Bagiku...


oleh Imam Akhmad

“...dan Bandung bagiku, bukan cuma masalah geografis. Lebih jauh dari itu melibatkan perasaan, yang bersamaku ketika sunyi.” Pidi Baiq

Kalimat tersebut merupakan ungkapan Ayah Pidi Baiq yang sekarang dipampang besar di terowongan Jalan Asia Afrika. Kalimat yang memiliki makna cukup dalam dan mewakili perasaan para anak muda. Semoga beliau senantiasa diberikan keBaiqan oleh Allah swt sehingga dapat memberikan inspirasi yang Baiq bagi masyarakat, khususnya kalangan anak muda.
Saya pemuda yang lahir, besar, hingga merasakan kuliah di Bandung tentu setuju dengan ungkapan tersebut. Ya, Bandung bagiku bukan masalah geografis, tetapi melibatkan perasaan. Bandung dikembangkan menjadi destinasi wisata yang sangat cocok untuk anak muda. Wisata belanja, wisata kuliner, dan wisata pendidikan dapat kita nikmati. Tak heran teman-teman kuliah dulu yang berasal dari luar Kota Bandung atau luar Pulau Jawa, sering menyampaikan kerinduannya kepada saya tentang romantika suasana Kota Bandung.
Di sudut-sudut Kota Bandung banyak anak muda berkumpul. Dengan banyaknya taman seperti Taman Jomblo atau Taman Film menambah antusias anak muda berkumpul. Sekadar nongkrong cantik atau menikmati suasana kota yang ramai dihiasi taman yang sejuk. Dari dulu, Bandung memang berkesan, di dalamnya terdapat banyak kisah dari mulai kisah romantis hingga kisah heroik.

Berbeda dari biasanya, si salah satu sudut Bandung, misalnya di Jalan Saninten, pada malam minggu anak muda asyik berkumpul. Selain itu, di sudut lain di Jalan Gatot Subroto, malam rabu para pemuda ramai berdesakan. Naik ke daerah atas, daerah Geger Kalong, para anak muda bercampur baur. Aneh bin ajaib, ternyata berkumpulnya anak muda tersebut bukan lagi nongkrong cantik, sekadar menikmati pemandangan, atau mengisi kesendirian (hehe). Para pemuda yang berkumpul, sedang mengikuti pengajian yang digagas oleh Komunitas Pemuda Hijrah (Shift), Pemuda Gapleh (Gaul tapi Soleh), DKM Masjid Daarut Tauhiid, dan penggagas lainnya.
Ya benar sekali Ayah Pidi Baiq, Bandung bagi para pemuda zaman now bukan cuma masalah geografis. Ketika perasaan ini sunyi, para pemuda zaman now berbondong mengikuti kajian yang disampaikan para penceramah. Bahasannya bergizi disampaikan dengan bahasa anak muda yang enak didengar telinga. Masjid Al-Lathiif, Masjid Trans Studio, Masjid Daarut Tauhiid, bahkan Masjid Kota Baru Parahyangan di Padalarang menjadi tempat mengisi kesunyian perasaan. Para pemuda mengisi kesunyiannya itu dengan kalam illahi dan kisah sahabat nabi. Sering pula diceritakan tentang kisah dakwah para nabi.

Masjid bukan lagi tempat untuk para sepuh dan anak pesantren. Sekarang, para anak muda memenuhi shaf jamaah solat subuh. Bukan kegalauan di depan tembok kamar kost pada tengah malam yang dilakukan. Namun, kekhusyuan di depan tempat sujud pada sepertiga malam yang kini diistiqomahkan. Bukan rayuan gombal hingga ajakan berpacaran pada si dia. Namun, persiapan diri hingga rayuan kepada sang illahi untuk dapatkan pendamping terbaik. Ku rayu Sang Illahi, “Tak kugombali engkau, tetapi kupinjam namamu di sepertiga malam untuk kudiskusikan dengan Allah sang pemilik engkau,” begitu kurang lebih kata Ustadz Evi Effendi.
Kini, Bandung bagiku serasa surga yang di dalamnya terdapat banyak kenikmatan. Bagaimana tidak, Ustaz Hannan Attaki dengan booster keimannannya selalu mengisi waktu kesendirian, Ustadz Salim A. Fillah dengan segudang kosakata indahnya berulangkali berkunjung ke sini, Ustaz Adi Hidayat dengan kecerdasan ingatannya mengisi kajian di UPI Bandung, Ustaz Abdul Somad dan Buya Yahya dengan kefaqihan dan kedalaman ilmunya  beberapa kali menyapa warga Bandung. Memang benar apa kata Ayah Pidi Baiq, dan bandung bagiku pemuda zaman now, melibatkan perasaan yang tertaut pada Allah Sang Pencipta.
Penulis, Imam Akhmad, M.Pd. Duta Bahasa Jawa Barat 2016.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar