oleh
Imam Akhmad
“...dan
Bandung bagiku, bukan cuma masalah geografis. Lebih jauh dari itu melibatkan
perasaan, yang bersamaku ketika sunyi.” Pidi Baiq
Kalimat
tersebut merupakan ungkapan Ayah Pidi Baiq yang sekarang dipampang besar di
terowongan Jalan Asia Afrika. Kalimat yang memiliki makna cukup dalam dan
mewakili perasaan para anak muda. Semoga beliau senantiasa diberikan keBaiqan
oleh Allah swt sehingga dapat memberikan inspirasi yang Baiq bagi masyarakat,
khususnya kalangan anak muda.
Saya
pemuda yang lahir, besar, hingga merasakan kuliah di Bandung tentu setuju
dengan ungkapan tersebut. Ya, Bandung bagiku bukan masalah geografis, tetapi melibatkan
perasaan. Bandung dikembangkan menjadi destinasi wisata yang sangat cocok untuk
anak muda. Wisata belanja, wisata kuliner, dan wisata pendidikan dapat kita
nikmati. Tak heran teman-teman kuliah dulu yang berasal dari luar Kota Bandung
atau luar Pulau Jawa, sering menyampaikan kerinduannya kepada saya tentang
romantika suasana Kota Bandung.
Di
sudut-sudut Kota Bandung banyak anak muda berkumpul. Dengan banyaknya taman
seperti Taman Jomblo atau Taman Film menambah antusias anak muda berkumpul. Sekadar
nongkrong cantik atau menikmati suasana kota yang ramai dihiasi taman yang
sejuk. Dari dulu, Bandung memang berkesan, di dalamnya terdapat banyak kisah
dari mulai kisah romantis hingga kisah heroik.
Berbeda
dari biasanya, si salah satu sudut Bandung, misalnya di Jalan Saninten, pada
malam minggu anak muda asyik berkumpul. Selain itu, di sudut lain di Jalan
Gatot Subroto, malam rabu para pemuda ramai berdesakan. Naik ke daerah atas,
daerah Geger Kalong, para anak muda bercampur baur. Aneh bin ajaib, ternyata
berkumpulnya anak muda tersebut bukan lagi nongkrong cantik, sekadar menikmati
pemandangan, atau mengisi kesendirian (hehe). Para pemuda yang berkumpul,
sedang mengikuti pengajian yang digagas oleh Komunitas Pemuda Hijrah (Shift),
Pemuda Gapleh (Gaul tapi Soleh), DKM Masjid Daarut Tauhiid, dan penggagas
lainnya.
Ya
benar sekali Ayah Pidi Baiq, Bandung bagi para pemuda zaman now bukan cuma masalah geografis. Ketika perasaan ini sunyi,
para pemuda zaman now berbondong
mengikuti kajian yang disampaikan para penceramah. Bahasannya bergizi
disampaikan dengan bahasa anak muda yang enak didengar telinga. Masjid
Al-Lathiif, Masjid Trans Studio, Masjid Daarut Tauhiid, bahkan Masjid Kota Baru
Parahyangan di Padalarang menjadi tempat mengisi kesunyian perasaan. Para
pemuda mengisi kesunyiannya itu dengan kalam illahi dan kisah sahabat nabi.
Sering pula diceritakan tentang kisah dakwah para nabi.
Masjid
bukan lagi tempat untuk para sepuh dan anak pesantren. Sekarang, para anak muda
memenuhi shaf jamaah solat subuh. Bukan kegalauan di depan tembok kamar kost
pada tengah malam yang dilakukan. Namun, kekhusyuan di depan tempat sujud pada
sepertiga malam yang kini diistiqomahkan. Bukan rayuan gombal hingga ajakan
berpacaran pada si dia. Namun, persiapan diri hingga rayuan kepada sang illahi
untuk dapatkan pendamping terbaik. Ku rayu Sang Illahi, “Tak kugombali engkau,
tetapi kupinjam namamu di sepertiga malam untuk kudiskusikan dengan Allah sang
pemilik engkau,” begitu kurang lebih kata Ustadz Evi Effendi.
Kini,
Bandung bagiku serasa surga yang di dalamnya terdapat banyak kenikmatan.
Bagaimana tidak, Ustaz Hannan Attaki dengan booster keimannannya selalu mengisi
waktu kesendirian, Ustadz Salim A. Fillah dengan segudang kosakata indahnya
berulangkali berkunjung ke sini, Ustaz Adi Hidayat dengan kecerdasan ingatannya
mengisi kajian di UPI Bandung, Ustaz Abdul Somad dan Buya Yahya dengan
kefaqihan dan kedalaman ilmunya beberapa
kali menyapa warga Bandung. Memang benar apa kata Ayah Pidi Baiq, dan bandung
bagiku pemuda zaman now, melibatkan
perasaan yang tertaut pada Allah Sang Pencipta.
Penulis,
Imam Akhmad, M.Pd. Duta Bahasa Jawa Barat 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar